Jumat, 28 Januari 2011

Agar Bersabar dalam Menghadapi Musibah

      Kalau boleh kita memastikan, maka nyaris tidak ada kehidupan yang sepi dan lepas dari musibah atau cobaan. Pasti dan pasti setiap kita akan mengalaminya, mau tidak mau kita akan menghadapinya, rela ataupun tidak rela kita akan merasakannya, suka atau benci kita pasti akan menerimanya. Dengan itulah Allah Subhanahu Wa Ta’ala menguji di antara hamba-hambaNya, siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya? Siapakah di antara hambaNya yang mau menyikapi musibah tersebut dengan rasa sabar dan rela atas takdir yang telah ditentukanNya, dan siapakah diantara mereka yang tetap istiqamah sekalipun musibah demi musibah selalu menerpa silih berganti seakan-akan tidak pernah ada kesudahannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “(Allah Subhanahu Wa Ta’ala) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)
Ketahuilah! Bahwa tidak ada musibah yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala timpakan kepada hambaNya, melainkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menakar kadar musibah tersebut sesuai dengan kadar kemampuan hambaNya. Dan musibah merupakan salah satu sebab seorang dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bahkan semakin besar musibah yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan, maka semakin besar pula pahala dan kecintaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hamba tersebut. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala sebanding dengan besarnya cobaan (musibah), dan sesungguhnya apabila Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberikan cobaan kepada mereka, maka barangsiapa ridha, maka baginya keridhaan dari (Allah Subhanahu Wa Ta’ala) dan barangsiapa yang benci, maka baginya kebencian dari (Allah Subhanahu Wa Ta’ala).” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Oleh karena itu seorang muslim hendaklah ia mengetahui kiat-kiat agar dia mampu bersabar dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Di bawah ini di antara kiat-kiat yang dapat membuat dan menumbuhkan rasa sabar ketika menghadapi musibah, yakni:
1. Mengetahui balasan dan pahalanya. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba tertimpa musibah lalu mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, ya Allah berilah aku pahala dari musibahku ini dan berilah untukku ganti yang lebih baik darinya, melainkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan memberikannya pahala pada musibahnya tersebut dan memberikan ganti untuknya dengan sesuatu yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim).
2. Mengetahui bahwa musibah dapat meleburkan dan menghapuskan dosa-dosa. Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Tidaklah seorang mukmin tertimpa penyakit, cobaan, kesusahan, kecemasan, dan kesedihan, bahkan sampai duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menghapuskan dosa-dosanya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Begitu pula Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Cobaan senantiasa akan menerpa orang yang beriman baik lelaki maupun perempuan, baik pada dirinya, anaknya, dan begitu pula pada hartanya, sampai ia bertemu dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada satu pun dosa yang ia miliki.” (HR. at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ahmad).
3. Beriman dengan takdir yang telah terjadi seperti musibah yang menimpanya. Sesungguhnya musibah tersebut telah ditentukan/ ditakdirkan di dalam ‘Ummu al-Kitab’ sebelum ia diciptakan, maka ini adalah sesuatu yang pasti terjadi. Dan ketidaksabaran seseorang tidaklah menambah sesuatu apa pun kepadanya kecuali musibah itu tetap terjadi.
4. Mengetahui hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas dirinya dalam musibah tersebut. Adapun kewajiban seseorang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam menghadapi musibah, tidak disangsikan lagi adalah bersabar. Atau sabar dan ridha, menurut salah satu di antara dua pendapat yang ada. Maka dia diperintahkan untuk menunaikan hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tetap beribadah hanya kepadaNya dalam menghadapi musibah tersebut. Dan ini adalah wajib baginya, jika tidak, maka akan semakin bertambahlah musibah tersebut atas dirinya.
5. Mengetahui bahwa musibah merupakan akibat/ konsekuensi dari dosa yang dilakukannya. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.” (QS. asy-Syura: 30).
Maka hal ini bersifat umum pada semua musibah baik yang kecil maupun yang besar. Maka hendaklah seseorang ketika mendapatkan sebab ini menyibukkan diri dengan selalu memohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (istighfar), karena istighfar merupakan faktor yang paling besar dalam mencegah terjadinya musibah. ‘Ali bin Abu Thalib Rodhiyallohu ‘Anhu berkata, “Musibah tidak akan menimpa kecuali karena dosa (yang diperbuat), dan musibah tidak akan diangkat kecuali dengan taubat.”
6. Mengetahui bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala meridhoi musibah itu baginya dan telah memilih serta menentukannya, sedangkan ibadah menuntut keridhoan seseorang kepada apa yang diridhoi Tuhannya.
7. Mengetahui bahwa musibah ini adalah obat yang bermanfaat yang diberikan oleh Sang Maha dokter kepadanya Yang Maha Mengetahui akan kemashalatannya, serta lagi Maha Penyayang kepadanya. Maka hendaklah dia bersabar atas (musibah) yang dialaminya. Dan hendaklah dia tidak mengekpresikannya dengan rasa tidak suka (atas musibah tersebut, pen.) dan mengeluhkannya, maka hilanglah manfaatnya.
8. Mengetahui bahwa kesudahan/ efek dari obat ini adalah kesembuhan, keselamatan, kesehatan, hilangnya rasa sakit yang tidak diperoleh dengan selainnya. Jika dirinya tidak suka dengan obat tersebut karena rasanya yang pahit, maka hendaklah dia melihat kepada efek dan pengaruhnya yang baik/ positif. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 216.
9. Mengetahui bahwa musibah tidak datang untuk membinasakan atau membunuhnya, sesungguhnya ia datang hanyalah untuk menguji kesabarannya. Maka saat itu menjadi jelaslah apakah dia layak untuk menjadi penolongNya dan layak dijadikan sebagai salah satu di antara wali-waliNya (kekasihNya) dan golonganNya atau tidak? Dan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala hanyalah Dia berikan kepada orang yang dikehendakiNya, dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala lah yang mempunyai karunia yang besar.
10. Mengetahui bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala mendidik hambaNya baik dengan kesenangan dan kesulitan, nikmat dan musibah, maka hendaklah dia tetap beribadah kepadaNya dalam setiap keadaan. Karena hakikat seorang hamba adalah orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di setiap situasi dan kondisi apapun. Dan hendaklah dia berdoa, “Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa berdzikir kepadaMu, bersyukur (atas nikmat) Mu, dan membaguskan ibadah kepadaMu.”
Maka sebab ini dan yang semisalnya lah yang akan membuahkan kesabaran dalam menghadapi musibah. Jika semakin kuat, maka niscaya akan membuahkan keridhaan dan rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar